(Suara Merdeka – Wacana Lokal, Sabtu 15 Oktober 2012)
Pertempuran Lima Hari di Semarang yang dimulai pada 15 Oktober 1945 merupakan rangkaian peristiwa sejak kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sama seperti reaksi rakyat Indonesia di kota-kota lain, pemuda dan rakyat di Semarang berusaha melucuti tentara Jepang yang saat itu bermarkas di Jatingaleh.
Namun karena Mayor Kido menolak dan beberapa tentara Jepang yang ditawan oleh pemuda Semarang melarikan diri bergabung dengan batalion Kidobutai pimpinan Kido, suasana kota memanas. Rakyat bergerak melakukan serangan secara terpisah dan bergerilya terhadap tentara Jepang. Hasilnya beberapa tentara Jepang dijebloskan ke penjara Bulu.
Sebaliknya, tentara Jepang melakukan serangan mendadak ke reservoir Siranda yang dijaga polisi istimewa karena merupakan satu-satunya sumber air minum di Semarang. Kemunculan berita tentara Jepang menebarkan racun di reservoir tersebut, membuat dokter muda Kariadi berusaha memeriksa kebenarannya.
Namun dalam perjalanan ke lokasi, mobilnya disetop tentara Jepang di Jalan Pandanaran dan Dokter Kariadi ditembak bersama tentara pelajar yang menyertai. Nyawanya tidak tertolong meskipun sempat dibawa ke rumah sakit pada 14 Oktober malam harinya. Hal itu mengakibatkan kemarahan pemuda dan rakyat Semarang.
Salah satu daerah yang menjadi medan pertempuran hebat berlokasi di radius 10 kilometer dari daerah yang sekarang ini dibangun monumen Tugumuda. Perundingan antara Jepang dan Mr Wongsonegoro akhirnya menghasilkan penghentian pertempuran yang sudah berlangsung hebat selama 5 hari, bersamaan mendaratnya tentara Sekutu di Semarang.
Kegigihan dan pengorbanan pemuda dan rakyat Semarang dalam perjuangan melawan Jepang menginspirasi beberapa mahasiswa program Game Technology Unika Soegijapranata yang beranggotakan Veinta, Irse, Wahyu, Awenes, Leocadia, dan Putri, untuk menuangkan dalam bentuk game.
Maksud dari pembuatan permainan itu bukan semata-mata untuk hiburan dan ketangkasan melainkan juga dapat menjadi sarana pembelajaran bagi pemainnya untuk memahami peristiwa 67 tahun lalu, tanpa harus mengikuti mata pelajaran atau kuliah yang konvensional.
Tentunya agar tidak menyesatkan dalam mempelajari sejarah yang sebenarnya, survei lokasi dan studi literatur mengenai sejarah pertempuran harus dilakukan. Selain menjadikan permainan ini terasa lebih hidup, juga membuat pemain serasa berada pada situasi perjuangan masa itu.
Stimulasi Masukan
Hal ini mengingatkan kita pada berbagai permainan yang berlatarbelakang sejarah tiga kerajaan di China zaman dahulu. Orang-orang yang pernah memainkan game tersebut, umumnya mempunyai pemahaman lebih dalam mengenai sejarah, bahkan karakter tokoh-tokoh pada zaman tiga kerajaan tersebut.
Jika para developer permainan ini dapat mengarahkan kepada kenikmatan dalam mempelajari sejarah dan detail-detail peristiwa yang menakjubkan untuk diikuti maka akan banyak masyarakat makin memahami sejarah di kota ini. Peristiwa negosiasi antara Mr Wongsonegoro dengan pihak Jepang yang tidak banyak dibahas, juga dapat diketahui melalui permainan tersebut.
Karena berbasis perangkat lunak, tentunya software permainan ini akan lebih mudah menyebar ke berbagai pelosok Indonesia melalui media internet. Bahkan jika menambahkan Bahasa Inggris sebagai narasi, memungkinkan untuk bisa dimainkan di negara lain, terutama yang mempunyai kepentingan terhadap kebenaran sejarah yang disampaikan.
Cakupan distribusi permainan yang makin jauh dapat menstimulasi masukan-masukan dari berbagai pihak secara lebih luas sehingga dapat menghasilkan karya sejarah dalam bentuk game yang bukan hanya menarik untuk dimainkan melainkan memiliki validitas tinggi.
Harapannya, masyarakat di kota Semarang tidak hanya melihat tanggal 15 Oktober sebagai peringatan sejarah semata namun juga mengetahui peristiwa dan semangat kemerdekaan yang menjiwai kejadian tersebut. (Dr Ridwan Sanjaya, dosen Game Technology Unika Soegijapranata Semarang)
Sumber: Suara Merdeka Online
Kliping: Wacana Lokal – Heroisme dalam Game
0 comments:
Post a Comment